COOLkas — Pada KTT BRICS ke-16 di Kazan, Rusia, Vladimir Putin mendeklarasikan visinya tentang “tatanan dunia baru” yang lebih demokratis dan bebas dari dominasi Barat. Di hadapan para pemimpin negara-negara BRICS yang terus berkembang — kini termasuk Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab — serta 26 negara pengamat, Putin menyampaikan bahwa BRICS adalah wadah “mayoritas global” yang ingin terbebas dari aturan internasional yang dianggap menguntungkan Barat sejak akhir Perang Dingin.
Menurut Putin, negara-negara anggota BRICS berbagi nilai dan aspirasi yang serupa, yaitu untuk membangun tatanan dunia yang menghormati “kepentingan sah dan pilihan berdaulat” setiap negara. Dalam konteks ini, Putin menyoroti kritiknya terhadap sanksi Barat yang sering digunakan untuk tujuan demokrasi dan hak asasi manusia. BRICS menawarkan pilihan bagi negara-negara untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada dolar AS dan dominasi ekonomi Barat.
Deklarasi akhir KTT tersebut mengutuk sanksi sepihak yang disebut merugikan ekonomi global, sembari mencatat peran penting Cina dan India dalam menjaga ekonomi Rusia tetap stabil melalui pembelian minyak, meski di tengah sanksi. Impor minyak mentah dari Rusia ke India telah melonjak sembilan kali lipat sejak perang Ukraina dimulai, sementara impor Cina juga meningkat secara signifikan.
Selain mengangkat isu ekonomi, pertemuan BRICS di Kazan menjadi kesempatan bagi Putin dan Presiden Cina Xi Jinping untuk membahas laporan tentang pergerakan tentara Korea Utara yang dikirim ke Rusia untuk pelatihan. Tentara ini diperkirakan akan dikirim ke garis depan di Ukraina. Kabar ini, meskipun belum dikonfirmasi oleh Cina, menandakan adanya kerja sama militer tak resmi di antara sekutu-sekutu BRICS.
Di forum ini, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres juga hadir meskipun mendapat kritik dari Ukraina yang keberatan atas partisipasinya di pertemuan yang dipimpin oleh seorang tersangka penjahat perang. Guterres menyampaikan bahwa BRICS mewakili hampir setengah dari populasi dunia dan merasa memiliki tanggung jawab mencari solusi damai untuk konflik global, termasuk perang Ukraina serta ketegangan di Timur Tengah antara Israel dan Iran serta sekutunya, seperti Hamas dan Hezbollah. Ia menyerukan gencatan senjata segera di Gaza, Lebanon, dan Sudan, serta perdamaian yang adil untuk Ukraina.
Namun, seruan untuk persatuan global yang disampaikan Guterres tampaknya tidak menggerakkan Putin. Ia merespons dengan pernyataan sinis bahwa “dalam keluarga, seringkali ada pertengkaran dan perebutan harta, bahkan kadang sampai berkelahi.” Pernyataan ini mencerminkan pandangan Putin tentang tatanan dunia baru di mana kekuatan besar, termasuk Rusia, dapat bertindak tanpa intervensi Barat.
Dalam pertemuan tersebut, Xi dan Perdana Menteri India Narendra Modi juga menyampaikan keinginan untuk menciptakan “dunia multipolar” yang lebih berimbang dan terbebas dari dominasi tunggal Amerika Serikat. Selain itu, KTT BRICS memungkinkan pembicaraan tatap muka pertama antara Xi dan Modi dalam lima tahun, yang berlangsung hanya beberapa hari setelah kedua negara menyepakati patroli bersama di perbatasan Himalaya, menyusul ketegangan yang memicu bentrokan mematikan pada 2020.
Meskipun BRICS belum memiliki strategi ekonomi terpadu atau kerja sama militer yang kuat, pertemuan ini menjadi ajang bagi Putin untuk menunjukkan bahwa Rusia tidak terisolasi, tetapi justru sedang membangun aliansi strategis baru di tengah sanksi Barat. (*)