COOLkas – Apakah Anda mengikuti dunia skincare di Indonesia akhir-akhir ini? Jika ya, Anda mungkin sudah mendengar berbagai drama yang membuat industri ini heboh. Salah satu topik hangat yang dibahas adalah flexing—atau pamer kekayaan—dan bagaimana hal ini merusak ekosistem bisnis skincare. Bahkan, fenomena ini melahirkan sosok seperti dokter detektif, yang tugasnya mengungkap praktek-praktek curang di dunia kecantikan.
Flexing dan Lahirnya Dokter Detektif
Menurut podcast terbaru dokter Oky, akar dari kekacauan di dunia skincare Indonesia adalah flexing. Pamer kekayaan ini tidak hanya menciptakan persaingan tidak sehat, tetapi juga memicu lahirnya sosok-sosok yang berperan sebagai “penegak keadilan”. Ya, jika tidak ada budaya pamer, mungkin sosok seperti dokter detektif tidak akan muncul.
Namun, flexing tidak berhenti di situ. Ada yang disebut sebagai dedengkot flexing atau bahkan ratu flexing—sosok yang menjadi simbol dari perilaku pamer berlebihan di industri ini. Apakah ini fenomena baru? Tidak. Tapi dampaknya semakin terasa seiring dengan meningkatnya eksposur di media sosial.
Efek Flexing: Dari TikTok hingga Pajak
Flexing tidak hanya berdampak pada reputasi pelaku, tetapi juga bisa mempengaruhi kebijakan. Ingat ketika TikTok Shop sempat ditutup beberapa waktu lalu? Salah satu pemicunya adalah aksi flexing omzet yang memecahkan rekor hingga puluhan miliar rupiah. Hal ini memicu kemarahan publik yang kemudian mendorong pemerintah untuk bertindak.
Kini, flexing omzet juga membawa konsekuensi lain: pajak. Pemerintah mulai memperhatikan para pelaku bisnis yang kerap memamerkan pendapatan fantastis mereka. Pajak memang kewajiban bagi setiap warga negara, tetapi bagaimana dengan mereka yang tinggal di desa atau area terpencil? Mereka sering kesulitan membuat NPWP, yang akhirnya menghambat pencairan komisi dari program afiliasi.
Pelajaran penting: Flexing bukan hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga bisa merusak ekosistem bisnis secara keseluruhan.
Flexing dan Kehidupan Pribadi
Flexing sering kali dianggap sebagai cara untuk membangun citra diri, tetapi seperti kata Mbak Inem dalam ceritanya, “Hal-hal yang pamer pasti akan membawa masalah dalam jangka panjang.” Fenomena ini mirip dengan pepatah lama: kesombongan adalah selendang Tuhan. Artinya, jika kita terlalu sombong, cepat atau lambat, akan ada konsekuensi yang harus ditanggung.
Bagi mereka yang mendukung gaya hidup sederhana, flexing dianggap sebagai bom waktu. Banyak pelaku pamer yang tidak menyadari bahwa aksi mereka menimbulkan dampak negatif. Mereka mungkin menyangkal, tetapi kenyataannya tetap sama: terlalu banyak pamer hanya akan mengundang masalah, baik dalam bisnis maupun kehidupan pribadi.
Pesan Mbak Inem: Cukup Pamerkan Produk Anda
Di tengah kisruh ini, pesan sederhana muncul: fokuslah pada dagangan Anda, bukan pada kekayaan pribadi. Ketika Anda memamerkan hasil kerja keras dalam bentuk produk yang berkualitas, pelanggan akan datang dengan sendirinya. Tidak perlu membuktikan kesuksesan Anda dengan pamer omzet atau gaya hidup mewah.
Sebaliknya, pamer berlebihan hanya akan menimbulkan komentar negatif dan memicu kecemburuan sosial. Orang-orang yang setuju dengan pesan ini mungkin akan mendukung gaya hidup sederhana, sementara para pelaku flexing cenderung mengabaikan kritik tersebut.