COOLkas – Isa Zega, seorang transgender yang dikenal dengan julukan “Mami Online,” menjadi sorotan publik setelah menjalankan ibadah umrah dengan berpakaian seperti perempuan Muslim. Tindakan ini memicu kecaman, salah satunya dari Mufti Anam, anggota DPR RI periode 2024-2029. Mufti Anam, yang akrab disapa Gus Mufti, menilai tindakan Isa sebagai penistaan agama karena tidak sesuai dengan kodrat aslinya sebagai laki-laki.
Penampilan Kontroversial di Tanah Suci
Isa Zega terlihat mengenakan gamis dan hijab panjang saat menjalankan ibadah di Tanah Suci. Ia juga dikabarkan sholat di barisan makmum perempuan, yang semakin memperkuat kritik terhadap dirinya. Menurut Gus Mufti, dalam hukum Islam, laki-laki, meskipun telah menjalani operasi kelamin, tetap harus melaksanakan ibadah sesuai kodrat kelahirannya.
“Apa yang dilakukan Isa Zega ini adalah bagian dari penistaan agama. Secara hukum dan agama, laki-laki tetaplah laki-laki meski telah mengubah jenis kelaminnya,” tegas Mufti dalam unggahan Instagramnya, Selasa (19/11/2024).
Kecaman Publik dan Desakan Penegakan Hukum
Gus Mufti mengaku menerima banyak laporan dan tautan media sosial terkait tindakan Isa Zega. Ia menyoroti bahwa dalam hukum pidana Indonesia, pelaku penistaan agama dapat dijerat dengan Pasal 156A KUHP dengan ancaman lima tahun penjara. Ia juga meminta pihak berwenang untuk segera menangani kasus ini agar tidak memberikan contoh buruk bagi masyarakat.
“Maka harapan kami, pihak kepolisian segera bertindak untuk menangkap yang bersangkutan. Tindakan ini bisa merusak nilai-nilai agama Islam di Indonesia, yang merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar kedua di dunia,” ujar Gus Mufti.
Isa Zega dan Respons Masyarakat
Isa Zega, yang awalnya merupakan seorang laki-laki bernama Sahrul, telah lama dikenal sebagai sosok transgender di Indonesia. Namun, tindakannya saat umrah ini memicu perdebatan lebih luas di masyarakat, terutama terkait tata cara ibadah yang sesuai syariat.
Hingga kini, Isa Zega belum memberikan tanggapan resmi terkait kecaman dan tuntutan hukum yang diarahkan kepadanya. Sementara itu, kasus ini terus menuai perhatian publik dan memunculkan perdebatan mengenai hak, kodrat, dan tanggung jawab dalam menjalankan ibadah di tengah keberagaman gender. ***