Makna dan Penggunaan Kata “Disuruh” dalam Bahasa Jawa

staff Penulis

COOLkas – Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah di Indonesia yang kaya dan memiliki beragam tingkatan kesopanan. Salah satu tantangan dalam bahasa Jawa adalah menggunakan kata-kata sesuai dengan tingkat kesopanan yang tepat. Dalam hal ini, kata “disuruh” dalam bahasa Indonesia, yang bermakna seseorang diminta atau diperintah melakukan sesuatu, memiliki padanan kata berbeda dalam bahasa Jawa tergantung konteks dan kepada siapa kita berbicara.

Pengertian Kata “Disuruh” dalam Bahasa Jawa

Dalam bahasa Jawa, kata “disuruh” bisa diterjemahkan menjadi “diatur” atau “dintenh”. Penggunaan masing-masing kata ini berbeda tergantung pada tingkat kesopanan dalam bahasa Jawa, yang terdiri dari bahasa ngoko (kasual atau informal) dan krama (sopan atau formal).

Penggunaan Kata “Diatur” dan “Dintenh”

  1. Diatur
    Kata “diatur” digunakan dalam bahasa ngoko, yaitu bahasa yang biasanya digunakan saat berbicara dengan teman sebaya atau orang yang usianya lebih muda. Bahasa ngoko merupakan bahasa kasual dan tidak menunjukkan tingkat kesopanan tinggi, sehingga sesuai digunakan dalam percakapan sehari-hari.

    Contoh Kalimat:

    • “Aku diatur menyang pasar.” (Saya disuruh ke pasar.)
    • “Dheweke diatur nyapu omah.” (Dia disuruh menyapu rumah.)
  2. Dintenh
    Kata “dintenh” digunakan dalam bahasa krama, yaitu tingkat bahasa Jawa yang sopan. Bahasa krama umumnya digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua atau dihormati. Menggunakan bahasa krama menunjukkan sikap hormat kepada orang lain.

    Contoh Kalimat:

    • “Kula dintenh dhateng pasar.” (Saya disuruh ke pasar.)
    • “Dheweke dintenh resik-resik omah.” (Beliau disuruh membersihkan rumah.)

Mengapa Penting Memahami Tingkatan Bahasa Jawa?

Memahami tingkatan bahasa Jawa adalah cara untuk menghormati orang lain dan menunjukkan kesopanan. Dengan memahami perbedaan antara kata “diatur” dan “dintenh,” kita dapat berbicara sesuai konteks dan lawan bicara. Penggunaan bahasa ngoko atau krama yang tepat menunjukkan bahwa kita menghargai budaya Jawa dan nilai-nilai kesopanannya.

Tips Jika Bingung Memilih Ngoko atau Krama

Jika Anda merasa bingung kapan harus menggunakan kata “diatur” atau “dintenh,” lebih baik gunakan bahasa krama (kata “dintenh”) saat berbicara dengan orang yang lebih tua atau dihormati. Bahasa krama dianggap lebih sopan dan menunjukkan penghargaan kepada lawan bicara, sehingga lebih aman untuk digunakan dalam situasi yang memerlukan kesopanan.

Kesimpulan

Bahasa Jawa memiliki keunikan tersendiri karena adanya tingkatan kesopanan yang berbeda. Kata “diatur” dan “dintenh” adalah contoh dari bentuk keragaman bahasa Jawa yang mendukung budaya sopan santun dan etika sosial di masyarakat. Dengan menggunakan kata yang tepat, kita dapat berkomunikasi dengan lebih harmonis dan menjaga nilai-nilai luhur dalam budaya Jawa.

Sumber:

  1. Ngoko (Informal): Kata “disuruh” diterjemahkan menjadi “dikon” atau “dikongkon”. Bahasa ngoko biasanya digunakan dalam percakapan sehari-hari dengan teman sebaya atau orang yang lebih muda.
  2. Krama (Formal): Dalam tingkat bahasa yang lebih sopan, “disuruh” diterjemahkan menjadi “diken” atau “dikengken”. Bahasa krama digunakan saat berbicara dengan orang yang lebih tua atau dihormati.

Contoh Kalimat:

  • Ngoko: “Aku dikon tuku gas neng warung.” (Saya disuruh membeli gas di warung.)
  • Krama: “Kula diken nanem pantun.” (Saya disuruh menanam padi.)

Memahami perbedaan ini penting untuk berkomunikasi dengan tepat sesuai konteks sosial dalam budaya Jawa.

Also Read

Bagikan:

Tinggalkan komentar