Bahasa Krama Alus untuk Kata “Sakit” dalam Bahasa Jawa dan Penjelasan Lengkap Tingkatan Bahasa Jawa

staff admin

COOLkas – Bahasa Jawa adalah bahasa yang kaya dengan berbagai tingkatan yang digunakan untuk menunjukkan kesopanan dan penghormatan dalam berkomunikasi. Dalam bahasa Jawa, kita mengenal beberapa tingkat bahasa, yaitu Ngoko Lugu, Ngoko Alus, Krama Lugu, dan Krama Alus. Setiap tingkat bahasa ini memiliki fungsi yang berbeda dan digunakan sesuai dengan hubungan sosial antar pembicara. Misalnya, ada bahasa yang digunakan untuk berbicara dengan orang sebaya, bahasa yang digunakan untuk orang yang lebih tua atau dihormati, serta bahasa yang digunakan dengan orang yang baru dikenal.

Bahasa Jawa yang kaya akan tingkat kesopanan ini menjadi bagian dari budaya yang menghargai nilai-nilai penghormatan dan sopan santun. Dalam masyarakat Jawa, pilihan kata saat berbicara dengan orang lain menunjukkan sikap saling menghormati, sehingga penggunaan kata harus disesuaikan dengan siapa lawan bicara kita.

Pembahasan

Bahasa Jawa Krama Alus adalah tingkat bahasa yang memiliki nilai kesopanan tertinggi dalam bahasa Jawa. Bahasa ini umumnya digunakan oleh orang yang lebih muda ketika berbicara dengan orang yang lebih tua atau dihormati, seperti orang tua, atasan, atau tokoh masyarakat. Bahasa Krama Alus juga digunakan oleh seseorang saat berbicara dengan orang yang belum dikenal atau ketika berada dalam situasi formal.

Contoh kata yang sering digunakan dalam Bahasa Krama Alus adalah kata “sakit”. Dalam bahasa Indonesia, kata “sakit” dapat berarti kondisi tubuh yang tidak sehat atau kurang nyaman. Namun, dalam bahasa Jawa, kata ini memiliki beberapa padanan tergantung pada tingkat kesopanan yang digunakan. Berikut adalah contoh penggunaan kata “sakit” dalam berbagai tingkat bahasa Jawa:

  • Ngoko Lugu: Bu Sri ora mulang, amarga lara.
  • Ngoko Alus: Ibu Sri boten mulang, amarga lara.
  • Krama Lugu: Ibu Sri boten mucal, amargi sakit.
  • Krama Alus: Ibu Sri boten mucal, amargi gerah.

Dalam contoh di atas, dapat kita lihat bahwa kata “sakit” dalam bahasa Jawa Krama Alus diterjemahkan menjadi “gerah”. Penggunaan kata “gerah” dalam konteks Krama Alus menunjukkan penghormatan dan kesopanan yang tinggi, terutama ketika berbicara tentang kondisi kesehatan seseorang yang dihormati atau orang yang lebih tua.

Penjelasan Tingkatan Bahasa Jawa

  1. Ngoko Lugu
    Ngoko Lugu adalah bentuk bahasa Jawa yang paling sederhana dan biasa digunakan untuk berbicara dengan teman sebaya atau orang yang lebih muda. Ngoko Lugu tidak memiliki unsur kesopanan khusus sehingga dianggap sebagai bahasa kasual dalam bahasa Jawa. Contohnya adalah kalimat “Bu Sri ora mulang, amarga lara,” yang bermakna “Bu Sri tidak mengajar, karena sakit.” Pada tingkat ini, kata “lara” digunakan untuk menggambarkan kondisi sakit secara sederhana tanpa kesan formal atau hormat.
  2. Ngoko Alus
    Ngoko Alus adalah bentuk bahasa Jawa Ngoko yang sedikit lebih sopan daripada Ngoko Lugu. Biasanya, bahasa ini digunakan ketika berbicara dengan orang yang dihormati namun masih dalam lingkup keluarga atau kerabat dekat. Pada kalimat “Ibu Sri boten mulang, amarga lara,” kata “benten” digunakan sebagai bentuk kata yang lebih sopan daripada “ora” dalam Ngoko Lugu. Kata “lara” juga tetap digunakan untuk menggambarkan kondisi sakit, namun sedikit lebih sopan.
  3. Krama Lugu
    Krama Lugu adalah bahasa yang digunakan dalam situasi yang lebih formal atau dengan orang yang lebih tua, namun belum mencapai tingkat kesopanan tertinggi. Krama Lugu memiliki unsur kesopanan namun tetap terdengar cukup biasa dan umum digunakan dalam interaksi formal sehari-hari. Contoh penggunaannya dalam kalimat “Ibu Sri boten mucal, amargi sakit,” di mana “mucal” adalah bentuk kata formal untuk “mengajar” dan “amargi” adalah padanan kata yang lebih halus dari “amarga.” Di tingkat ini, kata “sakit” tetap digunakan karena sifat Krama Lugu yang masih semi-formal.
  4. Krama Alus
    Krama Alus adalah bentuk bahasa Jawa dengan tingkat kesopanan tertinggi. Bahasa ini biasanya digunakan ketika berbicara dengan orang yang sangat dihormati, seperti orang tua, atasan, atau tokoh masyarakat yang kita hormati. Dalam kalimat “Ibu Sri boten mucal, amargi gerah,” kata “gerah” menggantikan “sakit” sebagai bentuk paling sopan dari kata “sakit.” Penggunaan kata “gerah” dalam Krama Alus menunjukkan penghormatan dan kehormatan yang tinggi terhadap orang yang dibicarakan.

Fungsi Krama Alus dalam Bahasa Jawa

Penggunaan bahasa Krama Alus dalam masyarakat Jawa bukan hanya soal tata bahasa, tetapi juga soal budaya. Bahasa Krama Alus mencerminkan nilai-nilai luhur seperti kesopanan, saling menghormati, dan menjaga perasaan. Dalam konteks keluarga, penggunaan bahasa Krama Alus mempererat hubungan antaranggota keluarga karena menunjukkan bahwa orang yang lebih muda menghormati yang lebih tua. Di lingkungan masyarakat, penggunaan bahasa Krama Alus membantu menjaga keharmonisan sosial karena setiap orang merasa dihargai dan dihormati.

Contoh Penggunaan Kata “Sakit” dalam Krama Alus

Untuk memperjelas penggunaan kata “sakit” dalam Bahasa Krama Alus, berikut adalah beberapa contoh kalimat:

  • “Nenek gerah, mula boten saged rawuh ing acara keluargane.” (Nenek sakit, sehingga tidak bisa hadir di acara keluarganya.)
  • “Pak Lurah kula krungu menawi gerah lan boten kondur saking griya lami.” (Saya mendengar bahwa Pak Lurah sakit dan tidak pulang dari rumah sakit.)
  • “Gerahipun Bapak punika ndadekaken panjenenganipun boten saget mlampah-mlampah.” (Sakitnya Bapak menyebabkan beliau tidak bisa berjalan-jalan.)

Kesimpulan

Bahasa Jawa memiliki banyak tingkatan yang digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari, mulai dari Ngoko Lugu, Ngoko Alus, Krama Lugu, hingga Krama Alus. Kata “sakit” dalam bahasa Jawa juga memiliki berbagai padanan tergantung tingkat bahasa yang digunakan. Dalam Bahasa Krama Alus, kata “sakit” diterjemahkan menjadi “gerah”, yang menunjukkan rasa hormat dan kesopanan kepada orang yang dibicarakan.

Penggunaan Krama Alus dalam bahasa Jawa mencerminkan betapa pentingnya budaya sopan santun dan saling menghormati dalam masyarakat Jawa. Tingkat bahasa ini tidak hanya memperkaya tata bahasa, tetapi juga memperkuat hubungan sosial dan menjaga nilai-nilai luhur dalam budaya Jawa. Memahami penggunaan bahasa Krama Alus dapat membantu kita berkomunikasi dengan lebih baik dan menghormati budaya setempat.

Sumber-sumber yang dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman mengenai tingkatan bahasa Jawa, khususnya Krama Alus, serta arti kata “sakit” dalam konteks bahasa Jawa adalah sebagai berikut:

  1. Buku Tata Bahasa Jawa: Banyak buku tentang tata bahasa Jawa yang mencakup pembahasan mengenai tingkatan bahasa Jawa, seperti Ngoko, Krama, dan Krama Alus. Contoh buku yang direkomendasikan adalah:
    • Poerwadarminta, W.J.S. Bausastra Jawa.
    • Suharso, Tata Bahasa Jawa.
  2. Kamus Bahasa Jawa: Kamus bahasa Jawa, seperti Bausastra Jawa oleh Poerwadarminta, merupakan referensi yang baik untuk mencari arti kata-kata dalam bahasa Jawa beserta tingkatannya.
  3. Situs Kosakata Jawa: Website seperti kosakatajawa.com atau situs-situs edukasi lainnya yang fokus pada kosakata bahasa Jawa. Di sini, kita bisa menemukan padanan kata seperti “sakit” yang diartikan menjadi “gerah” dalam konteks bahasa Krama Alus.
  4. Lektur Akademik Tentang Budaya Jawa: Artikel atau jurnal akademik yang membahas tentang budaya dan bahasa Jawa, seperti jurnal-jurnal bahasa dari universitas yang memiliki program studi Sastra Jawa, seperti Universitas Gadjah Mada atau Universitas Negeri Yogyakarta.
  5. Observasi Budaya dan Pembelajaran Praktik Sehari-hari: Belajar dari komunitas penutur asli Jawa, khususnya dalam interaksi sosial sehari-hari yang melibatkan penggunaan bahasa Krama Alus, juga dapat memberikan pemahaman yang praktis tentang penggunaan kata-kata sesuai dengan tingkat bahasa.

Referensi ini dapat digunakan untuk memperkaya pemahaman tentang struktur bahasa Jawa serta berbagai tingkatan dan kosakata yang khas, khususnya dalam Krama Alus

Also Read

Bagikan:

Leave a Comment