Kepulan Asap dan Dentuman di Beirut: Kisah Pilu Warga Lebanon yang Kembali Harus Berlari dari Rumah
Di tengah pagi yang mencekam di Beirut, Minggu (20/10), ratusan warga Lebanon harus kembali meninggalkan rumah mereka. Kali ini, ancaman datang dari serangan Israel yang menargetkan pusat keuangan Hizbullah. Bayangkan, dalam sekejap, mereka harus mengemas hidup mereka dan berlari mencari tempat aman.
“Kami akan menyerang infrastruktur milik Asosiasi Hizbullah Al-Qard Al-Hassan,” demikian peringatan dari juru bicara militer Israel yang memecah keheningan pagi. Al-Qard Al-Hassan, menurut catatan pemerintah AS, bukan sekadar nama – ini adalah jantung keuangan Hizbullah.
Para warga yang masih bertahan di kota menyaksikan langsung kengerian itu. “Asap hitam mengepul di mana-mana,” tutur seorang saksi mata kepada Reuters, suaranya bergetar menggambarkan sedikitnya 10 ledakan yang mengguncang kota. Di kawasan Chiyah, Lebanon Selatan, sebuah gedung rata dengan tanah – menjadi saksi bisu keganasan konflik ini.
Saat artikel ini ditulis, masih belum ada kabar pasti tentang korban jiwa. Sementara itu, baik pemerintah Lebanon maupun Hizbullah masih menjaga keheningan mereka, tak ada kata yang terucap tentang serangan terhadap Al-Qard Al-Hassan ini.
Namun di balik berita hari ini, ada kisah yang lebih besar dan lebih menyayat hati. Selama setahun terakhir, pertempuran antara Israel dan Hizbullah telah merenggut lebih dari 2.400 nyawa. Yang lebih mengkhawatirkan, 1,2 juta warga Lebanon – para ayah, ibu, anak-anak, kakek, dan nenek – terpaksa meninggalkan rumah mereka, mencari tempat berlindung dari hujan serangan Israel yang tak kunjung reda.
Hari ini, Beirut kembali terluka. Dan seperti hari-hari sebelumnya, yang paling menderita adalah mereka yang tak pernah meminta perang ini – warga sipil yang hanya ingin hidup damai di tanah kelahiran mereka.